Meningkatkan mutu pendidikan banyak cara dan strategi yang bisa dilakukan.
Diantaranya dengan cara memperbaiki mutu guru, melengkapi sarana prasarana
penunjang pembelajaran dan kurikulum pendidikan yang relevan, fleksibel dan
aplikatif. Berkaitan dengan kurikulum pendidikan saat ini, kayaknya sudah
waktunya diperbaharui. Karena muatan materi kurikulum yang digunakan saat ini
membebani siswa dengan banyaknya mata pelajaran, tidak bertujuan pada
pencapaian kompetensi, pembelajaran lebih pada guru member tahu dari pada
bagaimana siswa mencari tahu, kurikulum pendidikan belum mengedepankan
pendidikan budi pekerti, , Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak lebih sebagai dokumen kurikulum, kecenderungan
Negara-negara maju menambah jam belajar,
dan rendanya prestasi belajar siswa Indonesia di bidang sains dan matematika dimata
internasional.
Kurikulum
sebagai salah satu instrumen meningkatkan mutu pendidikan hendaknya memiliki
muatan yang relevan. Baik relevan dari aspek sosial budaya maupun dengan aspek
perkembangan psikologis dan kognitif siswa. Oleh karena itu, beberapa bagian
kurikulum KTSP perlu diperbaharui atau paling tidak ditinjau ulang. Karena mata
pelajaran pada KTSP cukup banyak dengan tingkat kesulitan ada yang tidak sesuai
dengan perkembangan psikologis dan kognitif siswa.
Banyaknya
mata pelajaran yang harus dipelajari siswa, dijejalkan oleh guru merupakan
beban yang cukup berat bagi siswa. Walau ada harapan bahwa dengan mata
pelajaran yang banyak dan bervariatif akan memberi ruang dan peluang pada siswa
agar memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Tetapi dalam kenyataannya,
tujuan ini tidak pernah terwujud. Andaikan ada yang mampu menguasai semua mata
pelajaran yang diajarkan sesuai dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), tapi jumlahnya tidak banyak. Itupun hanya menguasai
permukaan mata pelajaran. Sementara pendalam materi bulum sempat dilakukan siswa,
karena waktu belajar yang terbatas dan pelajaran yang lain menunggu giliran
untuk dipelajari.
Hasil
akhir yang harapkan oleh KTSP bukan bagaimana siswa memiliki kompetensi sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh siswa. Namun, lebih mengedepankan siswa
memiliki pengetahuan yang banyak. Tapi tidak mendalam dan terintegrasi.
Sehingga siswa tidak memiliki kemampuan mengaitkan suatu konsep dengan konsep
yang lain. Keadaan ini berdampak pada pengetahuan yang dimiliki siswa. Siswa
memiliki pengetahuan yang luas dan dangkal tetapi tidak bermakna. Karena
pengetahuan yang banyak itu seolah-olah berdiri sendiri-sendiri.
Namun
akan berbeda bila kita memandang tujuan suatu kurikulum yang menekankan pada
pencapaian kompetensi. Karena yang ditekankan adalah pencapaian kompetensi,
maka beban mata pelajaran dengan sendiri harus tidak banyak. Tapi siswa harus
fokus pada mata pelajaran yang sesuai dengan potensi dirinya. Sehingga siswa tidak diperkenankan mempelajari
suatu bagian yang lain sebelum bagian yang sedang dipelajari belum dikuasai
dengan baik. Cara ini mengantarkan siswa untuk memiliki kemampuan sedikit mata
pelajaran tetapi mendalam. Daripada banyak mata pelajaran tetapi penguasaan
terhadap pelajaran masih permukaannya saja atau dengan kata lain penguasaan
terhadap materi mata pelajaran dangkal. Karena itu, pada bagian ini kurikulum 2013 menggagas
pengurangan mata pelajaran yang harus dipelajari siswa. Sedangkan untuk tingkat
SMA atau yang sederajat, penjurusan dialihkan pada pemilihan mata pelajaran
yang disukai yang disesuaikan dengan potensi diri, bakat, minat dan kemampuan
siswa.
Selain
itu, pembelajaran yang lebih menekankan pada guru mengajar membuat siswa pasif.
Karena pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru seraca langsung,
disadari atau tidak menempatkan siswa pada posisi yang pasif. Sehingga
pembelajaran akan berkesan bahwa guru memberi tahu. Pembelajaran yang masih
berpusat pada guru semacam ini, tidak memberi ruang pada siswa untuk melakukan
kegiatan belajar sesuai dengan minat dan potensinya. Peluang untuk melakukan
eksperimen, eksplorasi, dan invistigasi terhalagi oleh dominasi guru. Dan pada
akhirnya, siswa menjadi minim inisiatif , kreatifitas rendah dan ragu melakukan
inovasi.
Masihkan
praktik pembelajaran seperti di atas kita pertahankan? Tentu kita tidak
menghendakinya. Karena kita perlu siswa yang bergairah. Semangat yang tinggi
untuk tetap belajar dalam keadaan apapun. Siswa yang penuh inisiatif yang tidak
puas dengan rutinitas. Siswa yang memiliki mimpi dengan kreatifitas yang tinggi
sehingga menjadi siswa yang inovatif.
Apakah
harapan ini akan terwujud dengan tetap mempertahankan KTSP? Mungkin saya
terwujud. Tetapi sulit. Karena guru masih disibukkan dengan tuntutan
administrasi pembelajaran sesuai dengan KTSP. Seperti, paling tidak setiap
tahun guru bersama unsur pemangku kepentingan pendidikan merumuskan ulang KTSP.
Dan karena ini, ada tingkat satuan pendidikan yang tidak mau repot-repot
melakukan review KTSP. Bahkan ada yang lebih dari itu, mengambil KTSP sekolah
lain lalu diganti identitasnya menjadi identitas sekolah sendiri. Belum lagi
bila berbicara kesiapan siswa untuk belajar. Karena banyaknya mata pelajaran
yang harus dipelajari, siswa mudah stress dan frustasi sehingga siswa sudah
tidak bergairah sebelum belajar.
Bisa
jadi karena stress dan frustasi tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik,
siswa mengalihkan persoalan belajar pada persoalan yang lain. Seperti bolos
sekolah dan sering tidak acuh pada guru. Kalau ujian suka ngerpek dan
contek-contekan. Selain itu, siswa mengalihkan tugas belajar untuk membagun
komunitas tertentu, semisal gang motor. Walhasil, mereka menjadi siswa yang
tidak memiliki sopan santun dan tatakrama.
Mungkin
awalnya karena tidak suka mengikuti suatu mata pelajaran, mereka bolos sekolah.
Karena bolos, mereka nongkrong dan ngerumpi di gardu atau di warung. Dari
tempat ini muncul pembicaraan untuk tauran hingga penyalahgunaan narkotika dan
miras. Kalau siswa sudah melangka hingga sejauh itu, maka wajar bila
kecendrungan siswa saat ini terjadi dekadensi moral. Oleh karena itu, melalui
instrumen kurikulum merusutnya moral siswa bisa diperbaiki, dikembalikan atau
paling tidak diminimalisir.
Disamping
itu, perlunya pembaharuan kurikulum karena kecenderungan Negara-negara maju
menambah jam belajar siswa usia 7 – 14 tahun. Dibandingkan Negara lain, lama
jam belajar siswa Indonesia usia 7 – 14 tahun berada dibawah rata-rata lama jam
belajar Negara-negara lain. Paling tidak, penyimpangan lama belajar siswa indonesia, 15%
dari rata-rata lama belajar Negara-negara yang disurvei. Selain itu,
kecenderungan dari dalam negeri, menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan
pendidikan full day School dan bording school banyak diminati
masyarakat perkotaan. Karena model pendidikan dinilai masyarakat berhasil dan
unggul. Salah satu ciri pendidikan full day School dan bording school,
yaitu lama waktu belajar siswa lebih lama dibandingkan dengan lama belajar
siswa selain model tersebut.
Lebih
lanjut, mencermati laporan Asesmen Internasional, seperti Trends Internasional Mathmatics
and Scaince Studies (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA ) yang
menunjukkan bahwa kemampuan siswa indonesia untuk pelajaran matematika dan
sains menempati posisi kelas bawah dari beberapa Negara yang disurvei. PISA pada tahun 2009 melaporkan bahwa nilai
rata-rata dan posisi siswa anak berusia 15 tahun untuk matematika dan sains
secara berurutan adalah 371 dan menempati urutan ke-68, 383 dan menempati
urutan ke-66. Sedangkan TIMSS pada tahun 2011 melaporkan nilai rata-rata
matematika siswa kelas VIII hanya 386 dan menempati urutan ke 38 dari 42
negara. Sedangkan nilai rata-rata sains adalah 406 dan urutan ke-40 dari 42
negara.
Apa
penyebab dari kemampuan matematika dan sains siswa Indonesia rendah dimata internasional?
Padahal beberapa utusan Indonesia pada ajang olimpiade internasional sering
menjadi juara. Ternyata, salah satu sebabnya adalah karena materi yang diujikan
belum dipelajari oleh siswa. Mengapa belum mereka pelajari? Karena dalam
kurikulum KTSP tidak ada materi tersebut. Oleh karena itu, pada kurikulum 2013
materi tersebut perlu dimasukkan. Selain itu, kecendrungan bentuk soal
merupakan bentuk soal yang tidak lazim bagi siswa Indonesia. Karena soal tes
berorentasi pada pemecahan masalah dan kontekstual. Sementara itu, siswa
Indonesia kebanyakan terbiasa dengan soal rutin. Sehingga saat berhadapan soal
tidak rutin mengalami kesulitan.
Jadi,
jelaslah bahwa biarkanlah KTSP berlalu. Karena kurikulum 2013 yang akan
menyempurnakan kekurangan KTSP. Seperti muatan materi kurikulum yang membebani
siswa dengan banyaknya mata pelajaran, perlu dilakukan perampingan. Dari tidak
bertujuan pada pencapaian kompetensi, menjadi bertujuan pencapaian kompetensi.
Dari pembelajaran berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Kurikulum pendidikan
yang belum mengedepankan pendidikan budi
pekerti, harus mengutamakan budi pekerti. Kurikulum sebagai dokumen,
menjadi kurikulum yang aplikatif.
Tetapi,
perlu disadari bahwa perubahan kurikulum ini perlu juga dibarengi dengan
perubahan instrumen yang lain. Terutama perubahan pada pola berfikir dan
berperilaku guru. Tanpa perubahan pada sumber daya guru, apapun namanya
kurikulum, sebesar apapun dan bagaimanapun gaungnya, maka mutu pendidikan akan tetap
jalan ditempat.
Penulis: M. Nurul Hajar
Mantap... Maju terus Kurikulum 2013.. Tapi kami d bawah bingung mengenai konsep/cara aplikasi kurikulum baru ini.? Kmn kami (guru) harus blajar?
BalasHapus